Wednesday, October 19, 2011

Contoh Makalah Ekoogi Hewan (Tumbuhan Dalam Lingkungan)


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Segala sesuatu mahluk hidup tergantung pada lingkungannya untuk melakukan interaksi satu dengan lainnya. Namun, demikian, secara garis besar perlu adanya komponen penyusun, maka dikenal sebagai ekosistem. Ekosistem adalah komunitas besrta lingkungan biotic dan abiotik.(Winatasasmitra.2000:113)
            Kondisi lingkungan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan mahluk hidup dan kita dapat melihat adanya variasi berdasarkan tempat (ruang) dan waktu. Bagaimana sebenarnya pengaruh ini berlangsung, secara alamiah lingkungan yang berbeda akan memuat tumbuhan bereaksi dengan cara berbeda. Reaksi ini ada bersifat temporal dan non temporal.
            Selain itu adanya pengaruh adaptasi (lingkungan tempat hidup) mengakibatkan sifat-sifat karakteristik struktural dan fungsional terlihat seolah-olah direkayasa secara khusus untuk memberikan peluang agar berhasil dalam habitat tertentu. Sifat-sifat karakteristik merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan.
            Jenis-jenis tumbuhan kecenderungan untuk berkelompok membentuk masyarakat tumbuhan atau komunitas tumbuhan yang disebut vegetasi. Dalam mempelajari struktur dan komposisi suatu vegetasi digunakan pendekatan yang dikembalikan kedalam sifat dasar komunitas itu sendiri, yaitu keadaan individu-individu tersebut kita dapat menggambarkan karakteristik komunitas dengan baik.
            Dengan adanya interaksi antara individu dengan lingkungan biotik dan biotik ini menghasilkan pola-pola atau sebaran pada habitat dimana yang ditempatinya.

TUJUAN
Mahasiwa mampu:
“Menjelaskan lingkungan makro dan lingkungan mikro, lingkungan biotic dan abiotik, faktor pembatas, niche, stretegi tumbuhan terhadap stress, adaptasi, pengertian dan contoh indicator ekologis

BAB II
KAJIAN TEORI

KONSEP FAKTOR LINGKUNGAN
            Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan juga hewan dalam ekosistem merupakan bagian hidup atau komponen biotik. Komponen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondis lingkungan tertentu. Dimana hal ini tidak ada organisme yang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada dan berusaha kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
            Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan waktu. Ini berarti bahwa lingkungan adalah tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Pada dasarnya faktor lingkungan alami ini selalu memperlihatkan perbedaan atau perubahan baik secara vertikal maupun lateral dan bila dikaitkan dengan waktu mereka juga akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan atau musiman. Dengan demikian waktu dan ruang lebih cepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan, juga bukan merupakan faktor atau komponen lingkungan.
            Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, bagaimana variasi lingkungan di dalam suatu ekosistem, ambilah contoh di suatu hutan. Secara vertikal akibat adanya stratifikasi hutan maka akan kita ketahui bahwa terlihat perbedaan yang nyata adanya gradiasi dari suhu, cahaya, kelembaban, dll. Suhu pada permukaan tanah akan terlihat adanya gradiasi suhu ini. Demikian juga secara lateral meskipun gambarannya tidak sejelas perubahan vertikal tadi.
  1. Komponen Lingkungan
Lingkungan merupakan komponen dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara faktor biotic dan abiotik, tetapi juga antara biotic itu sendiri dan juga antara abiotik dan abiotik. Dengan demikian secara operasional adalah sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi keseluruhannya. Meskipun demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya faktor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ini ke dalam komponen-komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah pembagian seperti di bawah.
  1. Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, kebersihan air, dan angin.
  2. Faktor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah dan kondisi fisika tanah.
  3. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan, aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat tempat dari permukaan laut.
  4. Faktor biotic, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetisi,peneduhan, dll.
Cara lain untuk menggambarkan pembagian komponen lingkungan ini seperti yang diungkapkan oleh Billings (1965), ia membaginya dalam dua komponen utama yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik, yang kemudian masing-masing komponen dijabarkan lagi dalam berbgai faktor-faktornya. Untuk memahami pembagian komponen lingkungan dari Billings ini lihatlah tabel di bawah ini.
FAKTOR FISIK / ABIOTIK
FAKTOR HIDUP / BIOTIK
Energi
Tumbuhan hijau
Radiasi
Tumbuhan tidak hijau
Suhu
Pengurai
Aliran panas
Parasit
Air
Symbion
Atmosfer dan Angin
Hewan
Api
Manusia
Gravitasi

Geologi dan tanah


  1. Hubungan Antara Faktor Lingkungan
Telah dipahami bahwa dalam kajian ekositem adalah sangat penting untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya. Sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungannya. Sebagai contoh bahwa kedua faktor iklim dan topografi akan mempengaruhi perkembangan suatu tanah. Demikian juga iklim dan tanah akan berpengaruh secara kuat dalam pola kontrolnya terhadap komponen biotic, menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah tertentu.
Meskipun demikian karakteristika mendasar dari ekositem apapun akan ditentukan atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari variable abiotik ini akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlindungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas.
Faktor-faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar  trhadap ekosistem, sedangkan control faktor biotic setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis makhluk hidup.
Seperti telah diungkapkan terdahulu, semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga yang nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.
  1. Hukum minimum dari Liebig
Dalam tahun 1840 Justus van Liebig, seorang pakar kimia dari jerman, memprakarsai suatu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang kecil dan bukan oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia menemukan bahwa kekurangan posfor seringkali merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tsb. Penemuan ini membawanya pada pemikiran bahwa adanya faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman.
Pemikirannya, pada saat itu, kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang terkenal dengan “hukum minimum”, yang dinyatakan sebagai berikut : Pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, baru kemudian peneliti lainnya mengembangkan pernyataannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya.
Sebagai hasilnya mereka menambahkan dua pernyataan, yaitu :
a.   Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau steady state. Apabila masukan dan keluaran  energi dan materi dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
b.   Hukum minimum harus memperhitungkan juga adanya interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi organisme hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak ada habitatnya. Contoh yang baik adalah adanya kalsium di suatu habitat tetapi stronsium melimpah, beberapa moluska mampu memanfaatkan stronsum ini untuk membentuk cangkangnya.
  1. Hukum Toleransi dari Shelford
Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi. Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis.
Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapa dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi optimum.
Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dank an berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda. Misalnya : jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan jenis B terhadap suhu, atau jenis A mempunyai kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai kisaran yang sempit terhadap kondisi tanah.
Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran toleransinya ini, biasanya dipakai awalan steno untuk kisaran toleransi yang sempit, dan awalan iri untuk kisaran toleransi yang luas.
Toleransi sempit
Toleransi luas
Faktor lingkungan
Stenotermal
Iritermal
Suhu
Stenohidrik
Irihidrik
Air
Stenohalin
Irihalin
Salinitas
Stenofagik
Irifagik
Makanan
Stenoedafik
Iriedafik
Tanah
Stenoesius
Iriesius
Seleksi habitat

Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas.
Ia juga menambahkan bahwa dalam fasa reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor lingkungan lebih membatasinya : biji, telur, embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan dengan fasa dewasanya.
Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis mahluk hidup terhadap berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang  sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran jenis tsb.
Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya reaksi suatu organisme terhadap faktor lingkungan tertentu mempunyai hub ungan yang erat dengan kondisi lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan lainya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnhya maka resistensi rumput terhadap kekeringan akan menurun.
Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium (kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan organisme hidup.
Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan, hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya.
Misalnya berbagai kehidupan tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya kondisi optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.   
  1. Konsep faktor pembatas
            Meskipun hukum dari Shelfordini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para pakar ekologi berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila menggabungkan konsep minimum dengan konsep korelasi ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana.
            Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaanya kritis. Faktor apa pun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis.
            Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertankan diri.
            Kajian-kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jebis-jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya.
            Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalam memikirkan perkembangan jenis untuk menvapai suatu kehidupan dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari ;persyaratan yang dipilih dalam pola kehidupannya.
            Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan individu suatu jenis dengan habitatnya.
  1. Niche
Relung (niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya. Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk menyelaraskan diri dengan lngkungannya. Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaan lengkap bagaimana suatu organisme berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya. Ekologi dari suatu individu mencakup variabel biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, baik yg mikro maupun yg makro) dan abiotik (benda tidak hidup). Relung menentukan bagaimana spesies memberi tanggapan terhadap ketersediaan sumberdaya hidup dan keberadaan pesaing dan pemangsa dalam suatu ekosistem.
Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH, temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung kerang di pasir. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme.
  1. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Banyaknya sekali sifat-sifat yang membantu tumbuhan untuk meniadakan pengaruh keadaan yang tidak menguntungkan dan memperluas jangkauan kisaran tempat hidupnya. Ada beberapa jenis adaptasi, yaitu :
A.  Adaptasi Morfologi
Daun tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan. Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
B  Adaptasi Terhadap Cuaca Atau Suhu
Tumbuhan randu, jati, dan flamboyan, pada musim kemarau akan menggugurkan daunnya untuk mengurangi penguapan.
C.  Adaptasi Dan Melindungi Diri
Mawar mempunyai batang yang penuh dengan duri. Jadi, tanaman mawar melindungi dirinya dengan duri. Hal yang sama terjadi pada tanaman salak dan pohon enau, kalau kita tidak hati – hati menyentuhnya akan terasa gatal.

No comments:

Post a Comment